Prologue:

05:05

Separuh jiwaku masih dihantui oleh rasa takut akan masa lalu. Kegelapan yang membuatku berpijak pada keputusasaan. Kertas penuh warna yang aku miliki ternodai oleh tinta hitam bak penghancur dari ribuan kenangan polos yang membekas pada hati. Caci maki dari mulut-mulut tidak berdosa dan siksa berdarah dari tangan-tangan polos menghancurkanku tepat dihadapan mereka.


Puluhan pasang mata menatapku, mereka tertawa seakan-akan aku hanyalah lelucon. Aku berusaha untuk mengungkapkan hal yang benar namun mereka membatahnya dengan cercaan pahit. 

"Dasar tukang ngesok! Dasar pengecut!"

Itulah kata-kata yang telah dilontarkan mereka saat aku berdiri di depan mereka. 

Aku membuka mataku kembali berharap untuk lari dari setiap mimpi buruk yang selalu mengejarku. Tetesan air mata adalah permata memori kelam yang terakhir agar aku bisa melupakan setiap luka yang telah berkumpul menjadi satu. 

Mengapa harus aku?

Seorang temanku memanggilku saat aku terdiam dengan tatapan kosong yang menatap arah lain. Ingatan mengerikan itu kembali terputar bagaikan film pendek di kepalaku.

Kala itu, matahari benar-benar bersinar terang menyambut pagiku namun semuanya berubah saat sekolompok laki-laki tiba-tiba menyeretku paksa bagaikan binatang liar. Kaki dan tangan terluka dan tidak ada yang bisa menolongku. Mereka terlihat bahagia saat mereka menyiksaku seperti itu dan mereka pikir gadis kecil yang lemah ini dengan seenaknya mereka injak-injak walaupun lirih sakit yang aku rasakan saat itu tidak membuat mereka iba.

Isu simpang siur beredar bahwa aku telah memiliki hubungan dengan seorang murid baru dari Amerika hanya karena kami selalu dikirim untuk mengikuti lomba baik di tingkat kota maupun provinsi dalam bidang matematika atau sains. 

Aku bertanya kembali, Mengapa harus aku?

"Mina, apa yang kamu pikirkan?"

"Saat itu, aku masih sangat kecil untuk mengerti setiap cercaan yang mereka lontarkan," ucapku setelah meneguk kopi hangat. Genggamanku semakin erat saat mataku mulai berkaca-kaca.

"Aku tidak bisa melanjutkannya lagi," ujarku kemudian aku meninggikan suara, "Bagaimana aku bisa berubah jika masa lalu masih menghantuiku?"

Temanku menatapku dengan tatapan simpati sambil menggenggam tanganku dan ia tersenyum hangat berusaha menyemangatiku. "Tidak ada seseorang yang bisa berubah tanpa masa lalu. Jadikanlah masa lalu itu pelajaran dan buktikan pada mereka bahwa kamu bisa!"

"Chanmi....."

"Ayolah senyum Mina-yaaa~"

Bukalah lembaran baru dan cobalah untuk berubah.

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images

Subscribe